Proposal Cinta Untuk Langit


 "Proposal Cinta Untuk Langit"


“Besok proposalnya tinggal ditandatangani kamu kok Langit!”
“Oke terima kasih ya, Dania.” Dua kata yang indah, selalu saja begini, jantung yang berdegup kencang, mata yang selalu terpaku, lalu yang terakhir pikiran hilang entah kemana. Selalu saja begini, terpesona pada cowok ini, pada sang ketua KIR yang dewasa, sederhana dan bijaksana tapi siapa yang tahu bahwa dibalik semua itu dia adalah sosok mahluk yang kocak, selalu saja mampu membuatku tertawa melupkan semua maslah yang sepertinya tak ingin beranjak dari hidupku. Aku seperti kehilangan akal setiap kali menatapnya, menunjukan ucapan terima kasih darinya, melihat senyumnya yang menunjukan balas budi yang teramat dalam, membalas sapanya tiap kali bertemu denganku, dan masih banyak lainnya yang membuatku terhanyut, yang membuatku gila karena rasa sukaku padanya.
Ini memang tidak wajar, ini konyol, ini gilaSeperti kata Mario Teguh “ Bukan cinta namanya kalau tidak gila”. Jujur, hanya cowok ini yang mampu membuatku terpukau, hanya cowok ini yang mampu membuatku melupakan semua hal yang tidak ada hubunganyya dengan dia, dan hanya cowo ini yang mampu membuatku jatuh cinta untuk pertama kalinya. Ya,, aku rasa aku memang jatuh cinta, karena untuk rasa ini aku rela tidak tidur semalaman hanya mengerjakan proposal-proposal mengenai acara-acara yang akan diselenggarakan KIR, karena untuk rasa ini, aku rela melupakan sejenak bercanda bersama teman-temanku dan membantunya mengurus masalah KIR. Disini aku memang sudah gila, gila karena dia, karena cowok bernama Langit.
“Sama-sama, Langit.” Jawabku dengan senyuman kecil yang kuarahkn padnya, Langit pun balas tersenyum membuat diriku serasa ingin pingsan. Ya Tuhan, seandainya ada sedikit keberanian, aku akan mengatakan dengan jujur bahwa aku begitu menyukainya. Aneh rasanya, tidak ada rsa lelah, tidak ada rasa kantuk, dan tidak ada rasa yang membuatku ingin tidur etempat tidur empuk itu. Aku bahkan merasa sangat nyaman duduk didepan laptop sembari menyelesaikan proposal untuk ac ara lomb Karya Ilmiah bulan depan, padahal jam sudah menuju pukul 12, sebentar lagi haripun akan berganti, namun aku masih sibuk dengan proposal ini, proposal yang tak membuatku ngantuk sama sekali, benar-benar aneh. Namun, aku tau jawbannya, jawaban yang membuatku segar seperti ini, jawaban yang membuat semangatku terbakar membara.
Ya,, apalagi kalau bukan multivitamin bernama Langit. Melihatnya puas adalah semangat untuk menyelesaikan segala pekerjaan ini, mendengarnya berterima kasih rasanya cukup untuk menjadi tenaga di malam ini dan esok hari. Rasanya sebuah senyuman saja sudah cukup, meski tentu saja, aku menginginkan lebih. Aku ingin dia memberiku penghargaan lebih untuk hasil kerja keras ini, aku ingin dia menyadari bahwa ini adalah bentuk pehatian lebih dariku sebagai seorang cewek. Namun, aku sadar,berpikir seperti itu membuatku merasa jahat. Jika aku menginginkan hal indah darinya mungkin aku harus membuat sebuah proposal seperti yang kukerjakan sekarang. Proposal cinta untuk langit.




Proposal Cinta Untuk Langit.
Latar Belakang                       : Sikap kamu yang bijaksana dan dewasa, tiba-tiba saja mencuri perhatianku. Dan sekarang aku begitu menyukaimu karena sikapmu yang ramah dan baik terhadapku. Gayamu yang sederhana juga membuatmu sangat mempesona.                                                                                       Tema                             : Meraih Cinta Langit Hendra Gusti.
Sasaran                       : Cinta Langit Hendra Gusti.
Bentuk Perjuangan   : Selain lewat proposal ini,aku tak mempunyai bentuk lain untuk menawarkan rasa yang aku pendam kepadamu.
Waktu dan Tempat   : Sepanjang hatiku masih mampu untuk mengharap, aku akan menunggu cintamu dimanapun dirimu berada.
Susunan Kepanitiaan            : Hanya ada diriku disusuan kepanitiaan ini, karena hanya aku yang berani menawarkan perasaan ini padamu.  
Susunan Kegiatan      : Setelah membaca proposal ini, kuharap kamu segera menentukan apakah proposal ini disetujui atau tidak.
Anggaran Biaya         : Semua uang yang aku miliki tampaknya tak cukup untuk membeli persetujuan akan proposal ini. Jadi aku akan menganggarkan hatiku untuk meminta persetujuan itu.
Penutup                     : Demikianlah proposal ini aku susun sebagai petimbangan akan cintamu.
Dari pengagummu,
Dania Zahra.

“Semoga acaranya sukses,” harap Bapak kepala Sekolah saat aku, langit, dan ketua pelaksana Karya ilmiah meminta izin sekaligus tanda tangan beliau, kemudian kami keluar dari ruangan sang penguasa sekolah itu, tak ada yang rumit, semua berjalan dengan lancar. Melihat senyum langit yang begitu puas seakan menenangkan hatiku. Akhirnya semua yang aku kerjakan tidak sia-sia. Rasanya ini sudah cukup, bahkan mungkin lebih dari cukup, tampaknya tak perlu proposal untuk mengejar cinta Langit. “Hah, proposal cinta?” teriakku dalam hati. Gawat, aku melupakan benda berharga itu.
Tak ada dimana-mana, tak ada diselipan buku manapun, dan tak ada di sudut-sudut tasku, tak ada kertas putih berukuran A4 itu. Hilang! Kertas yang sudah digoreskan dengan tulisan yang berisi coretan proposal cinta itu pergi entah kemana. “Gawat!” pikirku gelisah, ini benar-benar gawat, satu hal yang seharusnya tidak aku lakukapakan yakni melupakan kertas sepenting itu. Sekarang entah ada dimana kertas itu.Mudah-mudahan disudut kamarku.  Namun, kenyataan pahitnya, kertas itu tidak ku temukan. Padahal, selama tiga hari berturut-turut aku mencarinya. Dan untungnya belum ada orang yang menemukannya, karena dari semua orang-orang yang kukenal tak ada yang menunjukan tanda-tanda kecurigaan, mereka masih sama seperti biasa. Kecuali Langit, entah ada apa tapi yang pasti Langit berubah. Cowok itu tak lagi ramah padaku, cowok itu bahkan terkesan cuek, bukan hanya cuek tapi lebih parah lagi. Langit terkesan menghindariku, dia hanya tersenyum saat aku menyapanya, padahal biasanya dia selalu menyapaku balik. Dia tak lagi menatapku hangat seperti biasa, bahkan bisa dibilang dia tak berani menatapku, tatapannya selalu tertuju pada orang lain. Padahal kalau di ingat-ingat, aku tak sedikitpun melakukan kesalahan, aku jaga tak berkata yang tidak wajar, aku juga bersikap sepeti biasanya. Tak ada sikap yag menunjukan bahwa aku menyukainya. Jadi, tidak mugkin Langit tahu lalu menghindariku sepeti ini. Ya.. tak ada yang salah, tapi mengapa Langit bersikap seperti ini? Jangan-jangan… Ya ampun!
“Boleh aku pinjam proposalnya?” tanyaku pada Langit. Dia terlihat terkejut saat aku menghadang jalannya di lorong sekolah. Saat ini mungkin wajahku menunjukan kekhawatiran yang berlebihan. Mungkin kertas berukuran A4 berisi proposal cinta itu tak sengaja terselip di dalam proposal lomba karya ilmiah yang aku berikan pada Langit. Dan jika itu benar, mungkin Langit sudah mengetahui perasaanku yang sesungguhnya.
“Buat apa?”
“Ada bagian yang belum aku fotokopi, boleh aku pinjam proposalnya?” tanyaku pada Langit yang saat ini menatapku dengan tatapan curiga.
“Ada di ruang Laboratorium, ini kuncinya!” aku langsung menyambar kunci itu, berbalik, berjalan menuju ruang Laboratorium meninggalkan Langit yang masih terpaku memandangku dengan curiga. Proposal cinta itu tak ada, kemungkinan lain proposal itu sudah dibaca Langit, atau mungkin proposal cinta itu memang tak pernah terselip  disini. Mudah-mudahan saja dugaanku benar. Setidaknya, kalau proposal itu tidak ditemukan olehku, siapapun tidak boleh menemukannya. Terlebih Langit, sebab itu adalah proposal Konyol, dan tak seharusnya aku membuat proposal konyol seperti itu.
“Dania…” panggil seseorang tiba-tiba, aku sangat kaget, terlebih saat aku menoleh ternyata orang yang baru saja memanggilku adalah Langit. Cowok iti sedang bersandar disamping pintu Laboratorium. Memperhatikanku dengan tatapan tajam, tidak seperti biasanya.
“Langit?”
“Sudah ketemu proposalnya?”
“Sudah kok,” jawabku polos sambil mengangkat proposal Lomba karya ilmiah yang aku buat.
“Dania, jujur sama aku, sebenarnya kamu nyari ini kan?” Tanya Langit sambil merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kertas. Selama sepersekian sekon, aku mulai menyadari kertas apa itu, kertas itu adalah kertas yang aku cari selama ini, kertas yang mempunyai arti penting bagiku.
Dua hari setelah Langit memberikan kertas itu, aku selalu menghindarinya, aku jarang keruang laboratorium, dan aku jarang menginjakan kaki di kantin, apapun yang membuatku dapat bertemu dengan Langit, aku tak ingin bertemu dengannya ataupun melihatnya memandangku. Aku merasa malu, meskipun Langit hanya diam dan bersikap seperti biasa, tapi aku tetep saja tak berani memalingkan wajahku dihadapannnya. Aku tak kuat melihat tatapan tajamnya saat memberikan kertas berisi proposal cinta itu padaku.
Buatku, tatapan tajam yang Langit persembahkan untukku tidak lain adalah bentuk ketidak setujuan atas proposal cinta itu. Dan, mungkin sekarang karena proposal konyol itu, Langit mulai membenciku. Mungkin selamanya aku akan dicoret dari daftar teman baiknya. Benar-benar bodoh, aku seperti menggali lubang untuk diriku sendiri saat menulis prosal cinta itu, aku melakukan kesalahan dengan berpikir bahwa proposal itu akan mengakhiri penantianku akan rasa yang aku pendam selama ini. Dan aku salah besar, proposal ini sama sekali salah, ia tak seharusnya hadir, dan ia tak seharusnya jatuh ketangan Langit. Sekarang harapan untuk rasa ini tampaknya semakin menjauh, Langit tak akan dapat kugapai seperti namanya, ia akan terus jauh disana, sulit untuk dijangkau.
Mendadak ponselku bergetar saatku sedang melamun, getaran itu membuat jantungku seperti mau copot, dengan sebal aku meraihnya. Terlihat di layar ponselku ada satu pesan yang kuterima. Dengan rasa malas yang mengaliri tubuh aku membukanya. Deg, tiba-tiba saja aku ingin mati, bagaimana tibak? Di daftar kotak masuk yang baru aku buka ternyata tertulis nama Langit. Dengan perasaan campur aduk aku membuka pesan itu.
“Dira, proposal kamu diterima, jadi jangan menjauhi aku ataupun berpikir negatif tentang perasaanku ke kamu, semoga kita bisa menjalani rangkaian kegiatan di proposal itu bersama-sama, kalau saja kamu tau, tanpa proposal itupun kamu telah sukses meraih cinta Langit Hendra Gusti”. Aku terdiam, tak ada yang bisa aku katakan, pesan singkat yang memberiku jalan untuk dapat menjangkau Langit. Langit yang selama ini aku impikan. Langit mudah-mudahan proposal itu dapat berjalan sukses ditangan kita.

***

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan tokoh/peristiwa hanyalah ketidaksengajaan semata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kota Kecil

Tanpa Nama