Tante, mengapa kau berbeda?

Mentari yang cerah memanggil tuk terus tersenyum, mentari takkan mendung jika kau pancarkan senyum manis tanpa pucat sedih.

Tante baik-baik kan? Katanya pengen berbagi ilmu lagi ke murid-murid nan bawel belakaa. Kok sekarang lesu begitu, lemes terus juga. Ayok tante makan yang banyak biar cepet sehat. Nanti kan bisa berguru lagi dengan murid-murid yang lucu-lucu nyebelin.
Jangan berdiam terus tante. Berjalanlah jalanan luas lhoo.. jalan-jalan yok nte? Ntar aku ajakin kemana semampuku ku bisaa. Aku tak sanggup melihatmu terbaring lemas tak berdaya di atas ranjang yang diam disudut kamar.
Bersepeda yok nte? Mengitari pedesan hijau menawan tuk menyejukkan hati. Hijau itu membuat hati tentram, nyaman, sejuk, adem lhoo nte.
Aah aku tak sanggup meneteskan air mataku, menatap ketakberdayaanmu yang kini hanya bisa berbaring dan mungkin hanya sepotong roti yang dapat masuk berjalan melewati kerongkonganmu. Badanmu sudah semakin kecil, tak seperti tampak terlihat mata terakhirku sebelum jumpa. Kini kamu terlihat begitu kurus berbalut kulit saja. Aku tak sanggup menatapkan mataku untukmu nte L
Doaku saja yang bisa ku panjatkan tuk kesembuhanmu, maafkanku belom sempat menatapkan mataku lagi dihadapanmu tante. Esok entah lusa entah kapan kan ku sempatkan ragaku berjumpa. Semoga kala jumpa nanti, kau tlah membaik J
Salam sayang tuk tanteku sayang J


Kamis, 4 Februari 2016
#30HariMenulisSuratCinta

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kota Kecil

Tanpa Nama